A.
PENGERTIAN
Stratifikasi
Sosial berasal dari kata strata atau tingkatan. Stratifikasi Sosial adalah
struktur dalam masyarakat yang membagi masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan.
Ukuran yang dipakai bisa kekayaan, pendidikan, keturunan, atau kekuasaan. Ahli
sosiologi, Max Weber menyebutkan bahwa kekuasaan, hak istimewa dan prestiselah
yang menjadi dasar terciptanya stratifikasi sosial. Sedikit berbeda, Cuber
menyebutkan bahwa hak-hak individual yang berbeda menjadi penyebab kemunculan
stratifikasi sosial.
Hadirnya ketidaksamaan dalam hal jumlah harta, kekayaan, jenjang pendidikan,
asal usual keturunan dan kekuasaan membuat manusia dapat disusun secara
hirarkis/bertingkat. Ada yang berada di at as dan ada juga menempati posisi
terbawah. Baik pada masyarakat modern maupun masyarakat traditional, keduanya
memiliki system stratifikasi sosial yang unik.
Menurut sifatnya, stratifikasi sosial dibedakan atas :
a. Stratifikasi sosial tertutup
Stratifikasi
sosial yang tidak memungkinkan terjadinya perpindahan posisi atau yang disebut
mobilitas sosial. Seseorang yang menjadi anggota dan berada pada lapisan
terendah tidal mungkin untuk naik ke posisi yang lebih atas lagi. Ini biasanya
terjadi pada system stratifikasi masyarakat traditional, seperti sistem kasta
di India. Seorang dari kasta Sudra tidak dapat menjadi anggota kasta Brahmana
dan sejenisnya. Sistem kasta yang ada di Indonesia (Bali) tidak seketat seperti
yang ada di India.
b. Stratifikasi sosial terbuka
Stratifikasi
yang mengizinkan adanya mobilitas, baik naik ataupun turun. Biasanya
stratifikasi sosial semacam ini tumbuh pada masyarakat modern. Misalnya,
pembantu rumah tangga yang kemudian menjadi seorang pengusaha sukses.
Bentuk-bentuk mobilitas sosial :
1. Mobilitas sosial horizontal
Pada
mobilitas sosial horizontal, perpindahan yang terjadi tidak mengakibatkan
berubahnya status dan kedudukan individu yang melakukan mobilitas. Contoh : Pak
Kardi yang memutuskan untuk menjadi sopir bus dan kemudian menjadi sopir
Angkot.
2. Mobilitas sosial vertikal
Mobilitas
yang terjadi mengakibatkan terjadinya perubahan status dan kedudukan individu.
Mobilitas sosial vertikal terbagi menjadi :
- Vertikal naik
Individu
menjadi naik status dan kedudukannya setelah menjalani mobilitas. Contohnya,
seorang pengamen jalanan yang menjadi penyanyi rekaman.
- Vertikal turun
Status
dan kedudukan individu turun setelah terjadinya mobilitas tipe ini. Contohnya,
seorang pengusaha sukses yang kemudian bangkrut dan menjadi narapidana.
3. Mobilitas antargenerasi
Ini
bisa terjadi apabila melibatkan dua orang (individu) yang berasal dari dua
generasi yang berbeda. Contohnya, Tania anak seorang tukang becak di Medan kemudian
sukses menjadi pengusaha di ibukota.
c. Stratifikasi sosial campuran
Hal
ini bisa terjadi jika stratifikasi sosial terbuka bertemu dengan stratifikasi
sosial tertutup. Anggotanya kemudian menjadi anggota dua stratifikasi
sekaligus, dan ia juga mesti menyesuaikan sistem stratifikasi sosial tertutup
yang sudah lama dianutnya dengan stratifikasi sosial yang baru ia kenal.
Menurut dasar ukurannya, stratifikasi sosial dibagi menjadi :
a. Dasar ekonomi
Berdasarkan
status ekonomi yang dimilikinya, masyarakat dibagi menjadi :
1. Golongan Atas
Termasuk
golongan ini adalah orang-orang kaya, pengusaha, penguasa, atau orang yang memiliki penghasilan yang besar.
2. Golongan Menengah
Golongan
menengah terdiri dari pegawai kantor, petani pemilik lahan dan pedagang.
3. Golongan Bawah
Golongan
yang berada dalam posisi terendah ini terdiri atas buruh tani.
b. Dasar pendidikan
Stratifikasi
sosial ini timbul sebagai akibat dari adanya perbedaan tingkat pendidikan
masyarakat. Orang yang berpendidikan rendah menempati posisi terendah,
berturut-turut hingga orang yang memiliki pendidikan tinggi.
c. Dasar kekuasaan
Stratifikasi
jenis ini berhubungan erat dengan wewenang atau kekuasaan yang dimiliki
seseorang. Semakin besar wewenang atau kekuasaan seseorang, semakin tinggi
strata sosialnya. Penggolongan yang paling jelas tentang stratifikasi sosial
berdasarkan kekuasaan terlihat dalam dunia politik.
Dampak adanya stratifikasi sosial adalah sebagai berikut :
a. Dampak positif
Stratifikasi
sosial dapat berdampak positif. Orang yang berada pada lapisan bawah akan
termotivasi dan terpacu semangatnya untuk bisa meningkatkan kualitas dirinya
untuk kemudian mengadakan mobilitas naik ke strata yang lebih tinggi.
b. Dampak negatif
Stratifikasi
bisa berdampak negatif pada kehidupan sehari-hari masyarkat. Contohnya terlihat
pada kebiasaan berbusana kaum wanita. Kaum wanita kelas atas akan cenderung
memakai karya perancang mode terkenal dari Paris, New York, London atau Roma.
B. SISTEM KASTA DI BALI
Dalam
agama Hindu, istilah Kasta disebut dengan Warna (Sanskerta: वण; varṇa). Akar kata Warna berasal
dari bahasa Sanskerta vrn yang berarti "memilih (sebuah kelompok)".
Dalam ajaran agama Hindu, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya.
Dalam konsep tersebut diuraikan bahwa meskipun seseorang lahir dalam keluarga
Sudra (budak) ataupun Waisya (pedagang), apabila ia menekuni bidang kerohanian
sehingga menjadi pendeta, maka ia berhak menyandang status Brahmana
(rohaniwan). Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan
didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang
tertentu.
Dalam
tradisi Hindu, Jika seseorang ahli dalam bidang kerohanian maka ia menyandang
status Brāhmana. Jika seseorang ahli atau menekuni bidang administrasi pemerintahan
ataupun menyandang gelar sebagai pegawai atau prajurit negara, maka ia
menyandang status Ksatriya. Apabila seseorang ahli dalam perdagangan,
pertanian, serta profesi lainnya yang berhubungan dengan niaga, uang dan harta
benda, maka ia menyandang status Waisya. Apabila seseorang menekuni profesi
sebagai pembantu dari ketiga status tersebut (Brahmana, Ksatriya, Waisya), maka
ia menyandang gelar sebagai Sudra.
Brahmana merupakan golongan pendeta dan rohaniwan dalam suatu masyarakat,
sehingga golongan tersebut merupakan golongan yang paling dihormati. Dalam
ajaran Warna, Seseorang dikatakan menyandang gelar Brahmana karena keahliannya
dalam bidang pengetahuan keagamaan. Jadi, status sebagai Brahmana tidak dapat
diperoleh sejak lahir. Status Brahmana diperoleh dengan menekuni ajaran agama
sampai seseorang layak dan diakui sebagai rohaniwan. Ksatriya merupakan
golongan para bangsawan yang menekuni bidang pemerintahan atau administrasi
negara.
Ksatriya
juga merupakan golongan para kesatria ataupun para Raja yang ahli dalam bidang
militer dan mahir menggunakan senjata. Kewajiban golongan Ksatriya adalah
melindungi golongan Brahmana, Waisya, dan Sudra. Apabila golongan Ksatriya
melakukan kewajibannya dengan baik, maka mereka mendapat balas jasa secara tidak
langsung dari golongan Brāhmana, Waisya, dan Sudra. Waisya merupakan
golongan para pedagang, petani, nelayan, dan profesi lainnya yang termasuk
bidang perniagaan atau pekerjaan yang menangani segala sesuatu yang bersifat
material, seperti misalnya makanan, pakaian, harta benda, dan sebagainya.
Kewajiban mereka adalah memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan)
golongan Brahmana, Ksatriya, dan Sudra.
Sudra
merupakan golongan para pelayan yang membantu golongan Brāhmana, Kshatriya, dan
Waisya agar pekerjaan mereka dapat terpenuhi. Dalam filsafat Hindu, tanpa
adanya golongan Sudra, maka kewajiban ketiga kasta tidak dapat terwujud. Jadi
dengan adanya golongan Sudra, maka ketiga kasta dapat melaksanakan kewajibannya
secara seimbang dan saling memberikan kontribusi. Sistem kerja Catur
Warna menekan seseorang agar melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya.
Golongan Brahmana diwajibkan untuk memberi pengetahuan rohani kepada golongan
Ksatriya, Waisya, dan Sudra. Golongan Ksatriya diwajibkan agar melindungi
golongan Brahmana, Waisya, dan Sudra. Golongan Waisya diwajibkan untuk memenuhi
kebutuhan material golongan Brahmana, Ksatriya, dan Sudra. Sedangkan golongan
Sudra diwajibkan untuk membantu golongan Brahmana, Ksatriya, dan Waisya agar
kewajiban mereka dapat dipenuhi dengan lebih baik.
Keempat golongan tersebut (Brahmana, Ksatriya, Waisya, Sudra) saling membantu
dan saling memenuhi jika mereka mampu melaksanakan kewajibannya dengan baik.
Dalam sistem Caturwarna, ketentuan mengenai hak tidak diuraikan karena hak
diperoleh secara otomatis. Hak tidak akan dapat diperoleh apabila keempat
golongan tidak dapat bekerja sama.
BAHASA
Anggota
dari empat kasta menggunakan berbagai dialek bahasa bali untuk berkomunikasi
dengan orang-orang dari kasta yang berbeda. Bahasa Bali Madya umumnya digunakan
untuk berbicara dengan orang-orang yang kastanya belum diketahui, untuk
menghindari kemungkinan ketidak hormatan ketika berbicara.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional, seperti yang sudah dikenal Bahasa
Indonesia banyak diajarkan di sekolah-sekolah, dapat menyederhanakan komunikasi
ke tingkatan kasta namun jika berbicara berbahasa Bali maka dialek yang benar
harus digunakan untuk setiap kasta yang berbeda.
NAMA
Setiap
kasta memiliki nama yang unik, dan kadang juga membingungkan dimana anak
laki-laki dan perempuan menggunakan nama yang sama. Untuk membedakannya antara
pria dan wanita dengan nama yang sama, anak laki-laki akan menggunakan kata
"i" sebelum nama mereka dan anak perempuan mereka menggunakan kata
"Ni" sebelum nama mereka.
a. Brahmana (Pendeta)
Ini
merupakan kasta para pemuka agama dan orang suci yang melakukan upacara
keagamaan yang sangat penting.
Ida Bagus - untuk anak laki-laki
Ida Ayu or Dayu - untuk anak perempuan
b. Ksatria (penguasa / ksatria)
Anggota
kasta ini mencangkup beberapa bangsawan dan raja (contohnya. Anggota keluarga
kerajaan)
Anak Agung, Agung, Dewa - untuk anak laki-laki
Anak Agung, Agung, Dewi, Dewayu - untuk anak perempuan
Cokorda, Dewa Agung untuk anggota kerajaan yang berkuasa.
Kasta Ksatria juga memiliki nama tengah sebagai berikut :
Raka - saudara perempuan/lakui-laki tertua
Oka - bungsu
Rai - saudara perempuan/laki-laki termuda
Anom - perempuan muda
Ngurah - seseorang yang berwenang
c. Wesia (pedagang)
Gusti (tuan) - untuk laki-laki dan perempuan
Dewa - untuk laki-laki
Desak - untuk perempuan
d. Sudra (petani)
Merupakan
populasi paling banyak (lebih dari 90%) di Bali memiliki kasta ini
Wayan, Putu, Gede - anak pertama laki-laki
Wayan, Putu, Iluh - anak pertama perempuan
Made, Kadek, Nengah - anak kedua untuk laki-laki dan perempuan
Nyoman, Komang - anak ketiga untuk laki-laki dan perempuan
Ketut - anak keempat untuk laki-laki dan perempuan
Sumber :
Ketut Wiana dan Raka Santeri, Kasta dalam Hindu – kesalahpahaman selama
berabadabad. Penerbit: Yayasan Dharma Naradha. ISBN 979-8357-03-5
I Gusti Agung Oka, Slokantara. Penerbit: Hanumān Sakti, Jakarta.
Stratifikasi Sosial berasal dari kata strata atau tingkatan. Stratifikasi Sosial adalah struktur dalam masyarakat yang membagi masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan. Ukuran yang dipakai bisa kekayaan, pendidikan, keturunan, atau kekuasaan. Ahli sosiologi, Max Weber menyebutkan bahwa kekuasaan, hak istimewa dan prestiselah yang menjadi dasar terciptanya stratifikasi sosial. Sedikit berbeda, Cuber menyebutkan bahwa hak-hak individual yang berbeda menjadi penyebab kemunculan stratifikasi sosial.
Hadirnya ketidaksamaan dalam hal jumlah harta, kekayaan, jenjang pendidikan, asal usual keturunan dan kekuasaan membuat manusia dapat disusun secara hirarkis/bertingkat. Ada yang berada di at as dan ada juga menempati posisi terbawah. Baik pada masyarakat modern maupun masyarakat traditional, keduanya memiliki system stratifikasi sosial yang unik.
Menurut sifatnya, stratifikasi sosial dibedakan atas :
a. Stratifikasi sosial tertutup
Stratifikasi sosial yang tidak memungkinkan terjadinya perpindahan posisi atau yang disebut mobilitas sosial. Seseorang yang menjadi anggota dan berada pada lapisan terendah tidal mungkin untuk naik ke posisi yang lebih atas lagi. Ini biasanya terjadi pada system stratifikasi masyarakat traditional, seperti sistem kasta di India. Seorang dari kasta Sudra tidak dapat menjadi anggota kasta Brahmana dan sejenisnya. Sistem kasta yang ada di Indonesia (Bali) tidak seketat seperti yang ada di India.
b. Stratifikasi sosial terbuka
Stratifikasi yang mengizinkan adanya mobilitas, baik naik ataupun turun. Biasanya stratifikasi sosial semacam ini tumbuh pada masyarakat modern. Misalnya, pembantu rumah tangga yang kemudian menjadi seorang pengusaha sukses.
Bentuk-bentuk mobilitas sosial :
1. Mobilitas sosial horizontal
Pada mobilitas sosial horizontal, perpindahan yang terjadi tidak mengakibatkan berubahnya status dan kedudukan individu yang melakukan mobilitas. Contoh : Pak Kardi yang memutuskan untuk menjadi sopir bus dan kemudian menjadi sopir Angkot.
2. Mobilitas sosial vertikal
Mobilitas yang terjadi mengakibatkan terjadinya perubahan status dan kedudukan individu. Mobilitas sosial vertikal terbagi menjadi :
- Vertikal naik
Individu menjadi naik status dan kedudukannya setelah menjalani mobilitas. Contohnya, seorang pengamen jalanan yang menjadi penyanyi rekaman.
- Vertikal turun
Status dan kedudukan individu turun setelah terjadinya mobilitas tipe ini. Contohnya, seorang pengusaha sukses yang kemudian bangkrut dan menjadi narapidana.
3. Mobilitas antargenerasi
Ini bisa terjadi apabila melibatkan dua orang (individu) yang berasal dari dua generasi yang berbeda. Contohnya, Tania anak seorang tukang becak di Medan kemudian sukses menjadi pengusaha di ibukota.
c. Stratifikasi sosial campuran
Hal ini bisa terjadi jika stratifikasi sosial terbuka bertemu dengan stratifikasi sosial tertutup. Anggotanya kemudian menjadi anggota dua stratifikasi sekaligus, dan ia juga mesti menyesuaikan sistem stratifikasi sosial tertutup yang sudah lama dianutnya dengan stratifikasi sosial yang baru ia kenal.
Menurut dasar ukurannya, stratifikasi sosial dibagi menjadi :
a. Dasar ekonomi
Berdasarkan status ekonomi yang dimilikinya, masyarakat dibagi menjadi :
1. Golongan Atas
Termasuk golongan ini adalah orang-orang kaya, pengusaha, penguasa, atau orang yang memiliki penghasilan yang besar.
2. Golongan Menengah
Golongan menengah terdiri dari pegawai kantor, petani pemilik lahan dan pedagang.
3. Golongan Bawah
Golongan yang berada dalam posisi terendah ini terdiri atas buruh tani.
b. Dasar pendidikan
Stratifikasi sosial ini timbul sebagai akibat dari adanya perbedaan tingkat pendidikan masyarakat. Orang yang berpendidikan rendah menempati posisi terendah, berturut-turut hingga orang yang memiliki pendidikan tinggi.
c. Dasar kekuasaan
Stratifikasi jenis ini berhubungan erat dengan wewenang atau kekuasaan yang dimiliki seseorang. Semakin besar wewenang atau kekuasaan seseorang, semakin tinggi strata sosialnya. Penggolongan yang paling jelas tentang stratifikasi sosial berdasarkan kekuasaan terlihat dalam dunia politik.
Dampak adanya stratifikasi sosial adalah sebagai berikut :
a. Dampak positif
Stratifikasi sosial dapat berdampak positif. Orang yang berada pada lapisan bawah akan termotivasi dan terpacu semangatnya untuk bisa meningkatkan kualitas dirinya untuk kemudian mengadakan mobilitas naik ke strata yang lebih tinggi.
b. Dampak negatif
Stratifikasi bisa berdampak negatif pada kehidupan sehari-hari masyarkat. Contohnya terlihat pada kebiasaan berbusana kaum wanita. Kaum wanita kelas atas akan cenderung memakai karya perancang mode terkenal dari Paris, New York, London atau Roma.
B. SISTEM KASTA DI BALI
Dalam agama Hindu, istilah Kasta disebut dengan Warna (Sanskerta: वण; varṇa). Akar kata Warna berasal dari bahasa Sanskerta vrn yang berarti "memilih (sebuah kelompok)". Dalam ajaran agama Hindu, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya. Dalam konsep tersebut diuraikan bahwa meskipun seseorang lahir dalam keluarga Sudra (budak) ataupun Waisya (pedagang), apabila ia menekuni bidang kerohanian sehingga menjadi pendeta, maka ia berhak menyandang status Brahmana (rohaniwan). Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu.
Dalam tradisi Hindu, Jika seseorang ahli dalam bidang kerohanian maka ia menyandang status Brāhmana. Jika seseorang ahli atau menekuni bidang administrasi pemerintahan ataupun menyandang gelar sebagai pegawai atau prajurit negara, maka ia menyandang status Ksatriya. Apabila seseorang ahli dalam perdagangan, pertanian, serta profesi lainnya yang berhubungan dengan niaga, uang dan harta benda, maka ia menyandang status Waisya. Apabila seseorang menekuni profesi sebagai pembantu dari ketiga status tersebut (Brahmana, Ksatriya, Waisya), maka ia menyandang gelar sebagai Sudra.
Brahmana merupakan golongan pendeta dan rohaniwan dalam suatu masyarakat, sehingga golongan tersebut merupakan golongan yang paling dihormati. Dalam ajaran Warna, Seseorang dikatakan menyandang gelar Brahmana karena keahliannya dalam bidang pengetahuan keagamaan. Jadi, status sebagai Brahmana tidak dapat diperoleh sejak lahir. Status Brahmana diperoleh dengan menekuni ajaran agama sampai seseorang layak dan diakui sebagai rohaniwan. Ksatriya merupakan golongan para bangsawan yang menekuni bidang pemerintahan atau administrasi negara.
Ksatriya juga merupakan golongan para kesatria ataupun para Raja yang ahli dalam bidang militer dan mahir menggunakan senjata. Kewajiban golongan Ksatriya adalah melindungi golongan Brahmana, Waisya, dan Sudra. Apabila golongan Ksatriya melakukan kewajibannya dengan baik, maka mereka mendapat balas jasa secara tidak langsung dari golongan Brāhmana, Waisya, dan Sudra. Waisya merupakan golongan para pedagang, petani, nelayan, dan profesi lainnya yang termasuk bidang perniagaan atau pekerjaan yang menangani segala sesuatu yang bersifat material, seperti misalnya makanan, pakaian, harta benda, dan sebagainya. Kewajiban mereka adalah memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) golongan Brahmana, Ksatriya, dan Sudra.
Sudra merupakan golongan para pelayan yang membantu golongan Brāhmana, Kshatriya, dan Waisya agar pekerjaan mereka dapat terpenuhi. Dalam filsafat Hindu, tanpa adanya golongan Sudra, maka kewajiban ketiga kasta tidak dapat terwujud. Jadi dengan adanya golongan Sudra, maka ketiga kasta dapat melaksanakan kewajibannya secara seimbang dan saling memberikan kontribusi. Sistem kerja Catur Warna menekan seseorang agar melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Golongan Brahmana diwajibkan untuk memberi pengetahuan rohani kepada golongan Ksatriya, Waisya, dan Sudra. Golongan Ksatriya diwajibkan agar melindungi golongan Brahmana, Waisya, dan Sudra. Golongan Waisya diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan material golongan Brahmana, Ksatriya, dan Sudra. Sedangkan golongan Sudra diwajibkan untuk membantu golongan Brahmana, Ksatriya, dan Waisya agar kewajiban mereka dapat dipenuhi dengan lebih baik.
Keempat golongan tersebut (Brahmana, Ksatriya, Waisya, Sudra) saling membantu dan saling memenuhi jika mereka mampu melaksanakan kewajibannya dengan baik. Dalam sistem Caturwarna, ketentuan mengenai hak tidak diuraikan karena hak diperoleh secara otomatis. Hak tidak akan dapat diperoleh apabila keempat golongan tidak dapat bekerja sama.
BAHASA
Anggota dari empat kasta menggunakan berbagai dialek bahasa bali untuk berkomunikasi dengan orang-orang dari kasta yang berbeda. Bahasa Bali Madya umumnya digunakan untuk berbicara dengan orang-orang yang kastanya belum diketahui, untuk menghindari kemungkinan ketidak hormatan ketika berbicara.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional, seperti yang sudah dikenal Bahasa Indonesia banyak diajarkan di sekolah-sekolah, dapat menyederhanakan komunikasi ke tingkatan kasta namun jika berbicara berbahasa Bali maka dialek yang benar harus digunakan untuk setiap kasta yang berbeda.
NAMA
Setiap kasta memiliki nama yang unik, dan kadang juga membingungkan dimana anak laki-laki dan perempuan menggunakan nama yang sama. Untuk membedakannya antara pria dan wanita dengan nama yang sama, anak laki-laki akan menggunakan kata "i" sebelum nama mereka dan anak perempuan mereka menggunakan kata "Ni" sebelum nama mereka.
a. Brahmana (Pendeta)
Ini merupakan kasta para pemuka agama dan orang suci yang melakukan upacara keagamaan yang sangat penting.
Ida Bagus - untuk anak laki-laki
Ida Ayu or Dayu - untuk anak perempuan
b. Ksatria (penguasa / ksatria)
Anggota kasta ini mencangkup beberapa bangsawan dan raja (contohnya. Anggota keluarga kerajaan)
Anak Agung, Agung, Dewa - untuk anak laki-laki
Anak Agung, Agung, Dewi, Dewayu - untuk anak perempuan
Cokorda, Dewa Agung untuk anggota kerajaan yang berkuasa.
Kasta Ksatria juga memiliki nama tengah sebagai berikut :
Raka - saudara perempuan/lakui-laki tertua
Oka - bungsu
Rai - saudara perempuan/laki-laki termuda
Anom - perempuan muda
Ngurah - seseorang yang berwenang
c. Wesia (pedagang)
Gusti (tuan) - untuk laki-laki dan perempuan
Dewa - untuk laki-laki
Desak - untuk perempuan
d. Sudra (petani)
Merupakan populasi paling banyak (lebih dari 90%) di Bali memiliki kasta ini
Wayan, Putu, Gede - anak pertama laki-laki
Wayan, Putu, Iluh - anak pertama perempuan
Made, Kadek, Nengah - anak kedua untuk laki-laki dan perempuan
Nyoman, Komang - anak ketiga untuk laki-laki dan perempuan
Ketut - anak keempat untuk laki-laki dan perempuan
Sumber :
Ketut Wiana dan Raka Santeri, Kasta dalam Hindu – kesalahpahaman selama berabadabad. Penerbit: Yayasan Dharma Naradha. ISBN 979-8357-03-5
I Gusti Agung Oka, Slokantara. Penerbit: Hanumān Sakti, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar